Kerisauan Terjawab
HEADLINE NEWS |
Minggu, 02 November 2008 | |
Kerisauan Orang Minang Terjawab Syafii Nilai Gamawan Layak Maju di Pilpres Padang, Padek--Penghargaan Magsaysay Award 2008 yang diterima tokoh nasional asal Sumbar Ahmad Syafii Maarif menjawab kerisauan orang Minang yang cemas akan ketiadaan tokoh Sumbar yang lahir pada masa sekarang. “Bangsa asing saja bisa menghargai Buya Syafii Maarif, kenapa kita tidak. Seharusnya, sebesar apa penghargaan untuk tokoh masa lalu, sebesar itu pula penghargaan yang kita berikan kepada tokoh yang muncul belakangan. Penghargaan atau syukuran ini dengan penghargaan Magsaysay yang dianggap nobel Asia, tidak ada artinya. Sekarang bagaimana kita membuat generasi berikutnya memiliki motivasi untuk maju” ungkap Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi pada acara syukuran atas diraihnya penghargaan Magsaysay Award di Gedung Serba Guna PT Semen Padang, Sabtu (1/11). Dikatakan gubernur, penghargaan yang diberikan masyarakat Sumbar kepada Buya Syafii Maarif—panggilang akrab Ahmad Syafii Maarif, sama dengan membesarkan generasi Minang berikutnya. Artinya, pemberian penghargaan tersebut akan meningkatkan motivasi generasi Minang saat ini untuk bisa berkiprah lebih baik lagi di masa datang. Sementara itu, Buya Syafii Maarif, mengakui banyak orang Minang saat ini yang merasa kehilangan kejayaan masa lalu. Salah satunya akibat adanya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumbar. “Sudah, biarkanlah itu berlalu. Sudah saatnya kita berubah. Selain industri otak, kita juga perlu mengembangkan industri hati untuk menciptakan manusia dengan kekayaan spiritual sebagai penyeimbang intelektual,” ajak Buya Syafii. Pada acara syukuran itu, hadir Ketua DPRD Sumbar Leonardy Harmainy, Wakil Ketua DPRD Mahyeldi Ansharullah, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah RB Pahlawan Kayo, Ketua ICMI Sumbar Arwan Kasri, Ketua PWI Sumbar Basril Basyar, wartawan senior Marthias Duski Pandoe dan Sutan Zaili Asril, tokoh masyarakat, alim ulama dan cadiak pandai, serta bundo kanduang. Selain itu, juga hadir Komisaris PT Semen Padang Shofwan Karim Elha dan Basril Djabar, serta Dirut PT Semen Padang Endang Irzal. Buya Syafii Maarif meraih Magsaysay Award kategori Perdamaian dan Pemahaman Internasional, karena memiliki komitmen dan kesungguhan dalam membimbing umat Islam menyakini dan menerima toleransi dan pluralisme. Buya Syafii dinilai pantas menerima penghargaan tersebut karena kepeduliannya terhadap penderitaan kaum miskin. Atas kontribusinya tersebut, sehubungan dengan ketokohan orang Minang, ia mengacungkan jempol terhadap gebrakan untuk penyimpangan dari pola umum yang pernah dilakukan Gamawan Fauzi ketika menjabat sebagai Bupati Solok. Ia merasa senang dengan terobosan birokratik yang memerangi budaya kumuh dalam bentuk korupsi dan praktik busuk lainnya. “Sebagai bidan KPK saat ini, saya tentu gembira dengan gebrakan berani yang telah dijalankan dalam beberapa bulan terakhir. Dengan catatan, pranata hukumlah yang harus benar dijadikan pedoman. Intervensi politik kekuasaan harus dikesampingkan agar tuduhan “tebang pilih” tidak lagi dilontarkan,” ujar Buya Syafii Maarif yang mengaku kikuk atas acara syukuran yang diberikan untuknya tersebut. Cuma Warna Politik Bermunculannya nama-nama seperti Sri Sultan Hamengkubuwono atau Fadel Muhammad dan sederet nama lainnya menurut putra Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung ini hanyalah warna politik saja. Kemungkinan siapa yang akan maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang menurut Buya Syafii baru akan mengerucut setelah Pemilu legislatif selesai. “Siapapun yang memiliki keinginan untuk maju sebagai calon adalah sah-sah saja.Tentang tokoh asal Sumbar yang layak maju untuk saat ini, saya rasa gubernur yang sekarang (Gamawan Fauzi-red), juga layak untuk maju,” ungkapnya ketika dicegat Padang Ekspres jelang keberangkatannya ke Jakarta di VIP Room Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Terlepas dari calon-calon tersebut atau nama terakhir yang disebutnya, Buya Syafii Maarif mengatakan kelayakan tersebut tidak harus berdasarkan popularitas. Figur yang memiliki integritas, keberanian dan mau berjibaku seperti yang dimiliki Gamawan juga adalah syarat kelayakan untuk seorang pemimpin masa depan. “Walaupun sosio-filosofi politik Indonesia masih menyempitkan peluang capres dari luar Jawa untuk maju, warna politik yang ada akan memungkinkan kemunculan nama-nama diluar itu,” Tak Percaya Diri Terkait digunakannya gambar pendiri Muhammadiyah oleh salah satu partai politik dalam iklannya di televisi, Buya Syafii Maarif mengungkapkan ketidaksetujuannya. Menurutnya, apa yang dilakukan parpol tersebut akan memunculkan konflik di kemudian hari. “Tentang hal itu, saya merasa parpol tersebut tidak percaya diri. Apa yang mereka lakukan tersebut telah merusak filosofi politik. Hal ini malah akan merugikan parpol itu sendiri,” lanjutnya sembari menghimbau parpol tersebut untuk menarik iklan tersebut untuk diubah. Bobrok Bobrok, itulah cap yang pantas untuk politikus dengan pemikiran menjadikan arena politik sebagai mata pencarian. Pasalnya, jika pola pikir seperti itu terus dipelihara, Buya Syafi’i Maarif yakin bangsa ini sulit lepas dari budaya korupsi yang menggerogoti bangsa ini, sehingga terus mendapat nilai kurang. “Jika politik sudah dijadikan mata pencarian, adalah satu pertanda bangsa yang tidak beradab. Kalau itu terus berlanjut, jelas-jelas mereka berlawanan dengan pembangunan bangsa ini yang tengah perang melawan korupsi guna mewujudkan pemerintah yang bersih,” ujarnya. (*) |
Komentar