Pahlawan Nasional DR. H. M. Natsir (1):

Dinamika Pemikiran dan Pelopor NKRI
Oleh DR. H. Shofwan Karim Elha, MA
Di dalam dinamika pemikiran Islam, pada tahun 1930-1940-an, M. Natsir, banyak menulis dalam majalah "Pembela Islam", Al-Manar, Panji Islam dan Pedoman Masyarakat. Ciri khas tulisannya pada masa itu adalah mempertahankan dan membela Islam dari serangan kaum nasionalis, sekularis dan sosialis, seperti Ir. Soekarno, Soewarni, Sitti Sundari, Dr. Soetomo dan lain-lain. Khusus terhadap Soekarno, Natsir terlibat polemik hangat yang terpenting dan paling monumental adalah tentang agama dan negara. Perdebatan dengan Soekarno terutama berlangsung 1936-1940-an tatkala Bung Karno dibuang Belanda ke Endeh, Flores.
Wujud pemikiran Soekarno ialah pembelaannya terhadap gerakan sekularisasi-westernisasi Kemal Ataturk di Turki berintikan ide pemisahan agama dari negara. Natsir yang mendukung faham kesatuan agama dan negara mendebat hujah-hujah Soekarno dan sumber-sumber rujukannya termasuk kitab al-Islam wa Usul' l-Hukm oleh Al-Syaikh Ali Abdul Raziq. Natsir mendebat argumen Soekarno yang mengutip Abdul Raziq tentang tidak terkaitnya tugas kerasulan Muhammad saw. dan kepemimpinannya terhadap ummat Islam.
Polemiknya dengan tokoh-tokoh lain di tahun 30-an ini berintikan masalah-masalah nasionalis-sekularis dan isu Islam dan masalah-masalah kebangsaan dan kenegaraan. Natsir menolak faham kebangsaan sekuler yang berintikan fanatisme bangsa sempit, tetapi ia menerima apa yang dinamakannya sebagai kebangsaan Muslimin yang berintikan cinta bangsa, semangat persatuan, persaudaraan Islam, kesadaran membela muruah dan cita-cita menegakkan Islam .
M. Natsir dalam memperjuangkan Islam pada masa ini tidak cukup dengan pemikiran saja tetapi juga dalam organisasi politik. Ia memasuki Jong Islamieten Bond Bandung dan menjadi ketua 1928-1932. Lalu bersama-sama temannya di Pembela Islam masuk ke PSII dan menyokong partai tersebut yang pada waktu itu di bawah pimpinan Haji Agus Salim dan HOS Cokroaminoto, selanjutnya beliau masuk ke Partai Islam Indonesia (PII). Selanjutnya tokoh ini menjadi aktivis Masyumi sejak Partai Islam ini dilahirkan tahun 1945 bersamaan dengan terbukanya kesempatan mendirikan partai-partai di awal kemerdekaan RI dengan Maklumat No X November 1945. Natsir aktif sebagai anggota Komite Indonesia Pusat dan menjadi anggota Badan Pekerja KNIP ini pada 3 Januari 1946.
Pada Kabinet Syahrir I dan II 1946-1947 Natsir diangkat menjadi menjadi Menteri Penerangan. Berhenti sebentar lalu kembali ke posisi ini, di Kabinet Hatta 29 Januari 1948. Pada masa ini Natsir belum mementingkan ideologi Islam dan lebih mementingkan Nasionalisme mempertahankan kemerdekaan. Baru sikap Islam itu di tegakkannya sebagai yang telah dia perdebatkan pada tahun 1930-an lebih ekslusif ketika Natsir terpilih menjadi Ketua Umum Masyumi tahun 1949 sampai 1958. Partai Masyumi bertujuan menegakkan Republik Indonesia dan Agama Islam.
Cita-cita menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu pulalah yang mendorongnya mengambil inisiatif menyusun dan menyampaikan mosi integral pada tanggal 3 April 1950 di hadapan Dewan Perwakilan Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu Indonesia terpecah ke dalam 17 negara bagian/federal. Tujuan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia itu mencapai tujuannya setelah mosi integral itu didukung kawan dan lawannya sehingga Soekarno memproklamasikan kembali negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus 1950 .
Ada kemungkinan atas jasa mosi integral itu Natsir ditunjuk Soekarno menyusun Kabinet, sekaligus sebagai Perdana Menterinya. Kabinet ini hanya berumur 8 bulan (6 September 1950-27 April 1951). Dilihat dalam ukuran waktu dianggap masa kabinet yang pendek, namun pada masa itu setiap kabinet yang memerintah rata-rata bersuia pendek, antara 2 sampai 18 bulan.
Tidak adil untuk mengharapkan prestasi yang terlalu besar dalam tempo yang singkat itu. Namun tidak juga adil untuk menggelapkan sama sekali prestasi Kabinet Natsir . Seperti disebut Herbert Feith dalam The Decline of Constituional Democracy in Indonesia beberapa sukses Kabinet Natsir adalah membawa negara beberapa langkah ke jalan tertib sipil, melaksanakan administrasi rutin, dan meningkatnya produktifitas nasional serta pertumbuhan ekonomi. Menurut Ikhlasul Amal, Natsir sukses memikul beban tugas berat mengembalikan situasi revolusi ke dalam situasi normal dan meletakkan dasar-dasar politik demokrasi. Kegagalan dan jatuhnya Kabinet Natsir, telah menandai awal kemerosotan politik demokrasi di Indonesia.***

Komentar

Postingan Populer