Pahlawan Nasional DR. H. M. Natsir (4-habis):
Kiprah Internasional dan Karya Tulis
Oleh DR. H. Shofwan Karim Elha, MA
Seperti telah disinggung terdahulu, keterlibatan politik Natsir pada 1980-an yang penting dicatat adalah ketika ia ikut menjadi penandatangan petisi 50 pada bulan Mei 1980. Petisi itu pada intinya mempertanyakan isi pidato Soeharto di Pekanbaru dan Bangkok yang dapat ditafsirkan bahwa Pancasila dan UUD 1945 identik dengan kekuasaan Soeharto. Artinya setiap upaya mengkritik dan mengoreksi Soeharto dapat diidentifikasi sebagai tidak setuju dengan Pancasila dan UUD 1945. Kemudian menggangap ABRI sebagai kekuatan yang dapat digunakan Soeharto secara optimal untuk menindas setiap gerakan yang melawan kekuasaan yang diparalelkan dengan dirinya.
Pada dekade ini Natsir aktif melawan kehendak Orba yang ingin mengasastunggalkan Pancasila sebagai dasar semua organisasi politik dan organisasi sosial kemasyarakatan serta keagamaan. Tampaknya dengan dibolehkannya organisasi Islam mencantumkan dalam anggaran dasarnya kalimat berakidah islam, perkara asas itu diterima dan keluarlah UU No. 5 untuk Orpol dan No. 8 untuk Ormas pada tahun 1985.
Begitu pula pada saat disebarkannya buku Pendidikan Moral Pancasila yang banyak mengandung ketidak sesuaian dengan pemikiran ummat Islam Indonesia antara lain menyatakan semua agama sama, Natsir secara gamblang mendudukan persoalan itu dan menolak apa yang tercantum dalam buku PMP tersebut dan pada akhirnya buku itu direvisi pemerintah. Di dalam kisaran perjalanan hidupnya, pada masa PRRI berakhir dengan pemberian amnesti, Natsir bersama tokoh lainnya kembali dari rimba ke kota. Namun kemudian ia dikarantina di Batu, Jawa Timur (1960-62), kemudian di Rumah Tahanan Militer Jakarta sampai dibebaskan oleh pemerintahan Suharto tahun 1966. Ia dibebaskan tanpa pengadilan dan tanpa satu tuduhan apapun kepadanya.
Walaupun tidak lagi dipakai secara formal oleh Negara dan pemerintah, Natsir tetap mempunyai pengaruh dan menyumbang terus tenaga dan pemikirannya bagi kepentingan bangsa. Misalnya ikut membantu pemulihan hubungan Indonesia dengan Malaysia. Melalui hubungan baiknya, Natsir menulis surat pribadi kepada Perdana Menteri Malaysia Tungku Abdul Rahman guna mengakhiri konfrontasi Indonesia-Malaysia yang kemudian segera terwujud.
Masa selanjutnya, karena tidak mungkin lagi terjun ke politik, Natsir mengalihkan kegiatannya, berdakwah melalui perbuatan nyata dalam memperbaiki kehidupan masyarakat. Pada tahun 1967 dia mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang aktif dalam gerakan amal. Lembaga ini dengan Natsir sebagai tokoh sentral, amatlah aktif berdakwah bukan saja kepada masyarakat dan para mahasiswa di Jakarta dan kota lainnya, tapi juga di daerah terasing, membantu pendirian rumah sakit Islam dan pembangunan mesjid, dan mengirim mahasiswa tugas belajar mendalami Islam di Timur Tengah. Bahkan di antara mahasiswa ini kemudian menjadi tokoh nasional yang religius seperti Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, dan Nurcholis Majid dan tentu juga yang lain. Di antara beberapa tadi mereka belakangan menjadi tokoh penggerak orde reformasi yang mengganti orde Suharto. Kegiatan dakwahnya ini telah menyebabkan hubungannya dengan masyarakat luas tetap terpelihara, hidup terus sebagai pemimpin informal. Kegiatan ini juga membawa Natsir menjadi tokoh Islam terkenal di dunia internasional dengan menjadi Wakil Presiden Kongres Islam se dunia (Muktamar Alam Islami) yang berkedudukan di Karachi (1967) dan anggota Rabithah Alam Islami (1969) dan anggota pendiri Dewan Masjid se-Dunia (1976) yang berkedudukan di Mekkah. Di samping bantuan para simpatisannya di dalam negeri, badan-badan dunia ini kemudian banyak membantu gerakan amal DDII, termasuk pembangunan Rumah Sakit Islam di beberapa tempat di Indonesia. Pada tahun 1987 Natsir menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Center for Islamic Studies, London.
Namun kebebasannya hilang kembali karena ia ikut terlibat dalam kelompok petisi 50 yang mengeritik Suharto pada tahun 1980. Ia dicekal dalam semua kegiatan, termasuk bepergian ke luar negeri. Sejak itu Natsir aktif mengendalikan kegiatan dakwah di kantor Dewan Dakwah Salemba Jakarta yang sekalian berfungsi sebagai masjid dan pusat kegiatan diskusi, serta terus menerus menerima tamu mengenai kegiatan Islam.
Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara. Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam Pada tahun 1987 Natsir menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Center for Islamic Studies, London. Dua tahun sebelum wafat M. Natsir dianugrahklan gelar kehormatan akademik Doktor HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia pada tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam.
Pada tanggal 7 Februari 1993 Natsir meninggal dunia di Jakarta dan dikuburkan di TPU Karet, Tanah Abang. Ucapan belasungkawa datang tidak saja dari simpatisannya di dalam negeri yang sebagian ikut mengantar jenazahnya ke pembaringan terakhir, tapi juga dari luar negeri, termasuk mantan Perdana Menteri Jepang, Takeo Fukuda yang mengirim surat duka kepada keluarga almarhum dan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu pantaslah beliau dijuluki hati nurani dan pemandu ummat. Sekarang DR.H. M. Natsir bergelar Pahlawan Nasional yang secara resmi telah diberikan Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Jum’at 7 November pekan lalu. Dan menurut informasi yang sahih, sebelumnya almarhum telah dianugrahkan Bintang Republik oleh Presiden Habibie pada tahun 1999. Bintang Republik, adalah bintang tertinggi yang diberikan pemerintah, melebihi bintang Maha Putra dan sebagainya. Maka dengan pengakuan Pahlawan Nasional ini, ummat dan bangsa Indonesia telah dapat menebus rasa hutang budi atas perjuangan beliau.
Perlu diketahui pula oleh generasi seskarang, bahwa sepanjang hanyatnya M. Natsir telah menghasilkan karya tulis di dalam berbagai aspek pemikiran. Karya tulisnya yang sudah diterbitkan yang terlacak oleh penulis ini sebanyak 62 buah, yaitu , 1. Fiqhud Dakwah, (Jakarta: DDII, t.t.) Cet. IV. 2. Surat-surat M. Natsir dari tanggal 17 Juli-15 Agustus 1958. (T.T. : T.P., t.t.) 3. Bahaya Takut, Jakarta : Media Dakwah, 1991. 4. Capita Selecta I, dihimpunkan oleh D.P. Sati Alimin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), Cet. III. 5. Capita Selecta II, dihimpunkan oleh D.P. Sati Alimin, (Jakarta: Pustaka Pendis, 1957). 6. Capita Selecta III, (Naskah Belum Diterbitkan).7. Fiqhud Dakwah, Djedjak Risalah dan Dasar-Dasar Dakwah, Malaysia : Polygraphic Press, 1981. 8. Selamatkan Demokrasi Berdasarkan Jiwa Proklamasi dan UUD 1945, (T.T.: Forum Silaturrahmi 45, 1984). 9. Islam dan Akal Merdeka, (Jakarta: Media Dakwah, 1988), Cet. III. 10. Azaz Keyakinan Kami. (T.T.). 11. Islam sebagai Dasar Negara, (T.T. : Pimpinan Fraksi Masyumi dalam Konstituante, 1957). 12. Revolusi Indonesia, (Bandung: Pustaka Jihad, T.T.). 13. Demokrasi di Bawah Hukum, (Jakarta: Media Dakwah, 1407/1987), Cet. I. 14.Pendidikan, Pengorbanan Kepemimpinan, Primordialisme, dan Nostalgia, (Jakarta: Media Dakwah, 1987), Cet. I.14. Normalisasi Konstitusional, (Jakarta: Yayasan Kesadaran Berkonstitusi, 1990). 15. Islam di Persimpangan Jalan, T.T. 16. Tempatkan Kembali Pancasila pada Kedudukannya yang Konstitusioanl, T.T. 17. Mempersatukan Umat, (Jakarta: CV Samudra, 1983), Cet. III . 18. Dunia Islam dari Masa ke Masa, (Jakrta: Panji Masyarakat, 1982). 19. Islam sebagai Ideologi, (Jakarta: Penyiaran Ilmu, T.T.). 20. Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta: Girimukti Pusaka, 1988). 21. Percakapan antara Generasi, Pesanan Perjuangan Seorang Bapak, (Malaysia: Dewan Pustaka Islam, 1991). 22. Agama dan Negara, Falsafah Perjuangan Islam, (Medan:T. P, 1951). 23.Some Observations Concerning the Role of Islam in National and International Affairs,( Ithaca New York: Departement of Far Eastern Studies, Cornell University, 1954), Penerbitan XVI. 24. The Role of Islam in the Promotion of National Resilience, (Jakarta: T.P., 1976).25. Membangun di Antara Tumpukan Puing dan Pertumbuhan, (Djakarta : Kementerian Penerangan RI, 1951). 26. Marilah Shalat, Jakarta : Media Dakwah, 1981. 27. Mencari Modus Vivendi antara Umat Beragama di Indonesia, (Jarta: Media Dakwah, 1983). 28. Asas Keyakinan Agama Kami,(Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah, 1984). 29. Bahaya Takut, (Jakarta: Media Dakwah, 1991).30. Kumpulan Khutbah Idul Fithri/Adhha,(Jakarta: Media Dakwah,1978). 31. Kumpulan Khutbah Hari Raya, (Jakarta : Media Dakwah, 1975). 32. The New Morality, (Surabaya: Perwakilan DDII, 1969). 33. Tinjauan Hidup, Widjaja, Djakarta, 1957. 34. Kom Tot Het Gebed (Marilah Shalat), (Jakarta: Media Dakwah, 1981). 35. Keragaman Hidup Antar Agama, Djakarta : Hudaya, 1970. 36. Hidupkan Kembali Idealisme dan Semangat Pengorbanan, Djakarta : Bulan Bintang, 1970. 37. Gubahlah Dunia dengan Amalmu, Sinarilah Zaman dengan Imanmu, Djakarta : Hudaya, 1970. 38. Kubu Pertahanan Mental dari Abad ke Abad,(Surabaya: T.P., 1969). 39. Tauhid untuk Persaudaraan Universal, (Jakarta: Suara Masjid, 1991). 40. Hendak ke mana Anak-anak Kita Dibawa oleh PMP,(Jakarta: Panji Masyarakat, 1402 H.). 41. Islam dan Akal Merdeka,(Tasikmalaja: Persatoen Islam bg. Penjiaran, 1947). 42. Islam Mempunyai Sifat-sifat yang Sempurna untuk Dasar Nega ra, (Jakarta: T.P., 1957). 43. Pandai-pandailah Bersyukur Nikmat, (Jakarta: Bulan bintang, 1980). 44. Dakwah dan Pembangunan,(Bangil: Al-Muslimun, 1974). 45. Tolong Dengarkan Pula Suara Kami,(Jakarta: Panji Masyarakat, 1982). 46. Buku PMP dan Mutiara yang Hilang,(Jakrta: Panji Masyarakat, 1982). 47. Di Bawah Naungan Risalah, (Jakarta: Sinar Hudaya, 1971). 48.Ikhtaru Ihdas Sabilain, Addinu wa la al-Dinu, (Jeddah: Al-dar al-Saudiyah, 1392 H.). 49. Islam sebagai Ideologi, ( Jakarta : Penyiaran Ilmu, t.t.). 50. Islam dan Kristen di Indonesia, (Bandung: Pelajar Bulan Sabit, 1969).52. Pancasila akan Hidup Subur Sekali dalam Pangkuan Islam, (Bangil: T.P., 1982). 53. Cultur Islam, (Bandung: T.P., 1936). 54. Dari Masa ke Masa,(Jakarta: Yayasan Fajar Shadiq, 1975). 55. Pandai-pandailah Bersyukur Nikmat,(Jakarta: Bulan Bintang, 1980). 56. Bersama H.A.M.K. Amarullah, Islam Sumbergia Bahagia, (Bandung: Jajasan Djaja, 1953). 57. Dengan nama samaran A. Moechlis, Dengan Islam ke Indonesia Moelia, (Bandung: Persatuan Islam, Madjlis Penjiaran, 1940). 58. Agama dan Negara dalam Persfektif Islam (Kumpulan Karangan), Penyunting, H. Endang Saifuddin Anshari dan LIPPM (Jakarta: 1409-1989, belum diterbitkan/masih monograph). 59. Asas Keyakinan Agama Kami, (Jakarta: DDII, 1982). 60. Tempatkan Kembali Pancasila pada Kedudukannya yang Konstitusional, (Jakarta: TP, 1985). 61.. World of Islam Festival dalam Persepektif sejarah (Jakarta : Yayasan Idayu, 1976). Agama dan Negara dalam Persektif Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 2001).****
Oleh DR. H. Shofwan Karim Elha, MA
Seperti telah disinggung terdahulu, keterlibatan politik Natsir pada 1980-an yang penting dicatat adalah ketika ia ikut menjadi penandatangan petisi 50 pada bulan Mei 1980. Petisi itu pada intinya mempertanyakan isi pidato Soeharto di Pekanbaru dan Bangkok yang dapat ditafsirkan bahwa Pancasila dan UUD 1945 identik dengan kekuasaan Soeharto. Artinya setiap upaya mengkritik dan mengoreksi Soeharto dapat diidentifikasi sebagai tidak setuju dengan Pancasila dan UUD 1945. Kemudian menggangap ABRI sebagai kekuatan yang dapat digunakan Soeharto secara optimal untuk menindas setiap gerakan yang melawan kekuasaan yang diparalelkan dengan dirinya.
Pada dekade ini Natsir aktif melawan kehendak Orba yang ingin mengasastunggalkan Pancasila sebagai dasar semua organisasi politik dan organisasi sosial kemasyarakatan serta keagamaan. Tampaknya dengan dibolehkannya organisasi Islam mencantumkan dalam anggaran dasarnya kalimat berakidah islam, perkara asas itu diterima dan keluarlah UU No. 5 untuk Orpol dan No. 8 untuk Ormas pada tahun 1985.
Begitu pula pada saat disebarkannya buku Pendidikan Moral Pancasila yang banyak mengandung ketidak sesuaian dengan pemikiran ummat Islam Indonesia antara lain menyatakan semua agama sama, Natsir secara gamblang mendudukan persoalan itu dan menolak apa yang tercantum dalam buku PMP tersebut dan pada akhirnya buku itu direvisi pemerintah. Di dalam kisaran perjalanan hidupnya, pada masa PRRI berakhir dengan pemberian amnesti, Natsir bersama tokoh lainnya kembali dari rimba ke kota. Namun kemudian ia dikarantina di Batu, Jawa Timur (1960-62), kemudian di Rumah Tahanan Militer Jakarta sampai dibebaskan oleh pemerintahan Suharto tahun 1966. Ia dibebaskan tanpa pengadilan dan tanpa satu tuduhan apapun kepadanya.
Walaupun tidak lagi dipakai secara formal oleh Negara dan pemerintah, Natsir tetap mempunyai pengaruh dan menyumbang terus tenaga dan pemikirannya bagi kepentingan bangsa. Misalnya ikut membantu pemulihan hubungan Indonesia dengan Malaysia. Melalui hubungan baiknya, Natsir menulis surat pribadi kepada Perdana Menteri Malaysia Tungku Abdul Rahman guna mengakhiri konfrontasi Indonesia-Malaysia yang kemudian segera terwujud.
Masa selanjutnya, karena tidak mungkin lagi terjun ke politik, Natsir mengalihkan kegiatannya, berdakwah melalui perbuatan nyata dalam memperbaiki kehidupan masyarakat. Pada tahun 1967 dia mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang aktif dalam gerakan amal. Lembaga ini dengan Natsir sebagai tokoh sentral, amatlah aktif berdakwah bukan saja kepada masyarakat dan para mahasiswa di Jakarta dan kota lainnya, tapi juga di daerah terasing, membantu pendirian rumah sakit Islam dan pembangunan mesjid, dan mengirim mahasiswa tugas belajar mendalami Islam di Timur Tengah. Bahkan di antara mahasiswa ini kemudian menjadi tokoh nasional yang religius seperti Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, dan Nurcholis Majid dan tentu juga yang lain. Di antara beberapa tadi mereka belakangan menjadi tokoh penggerak orde reformasi yang mengganti orde Suharto. Kegiatan dakwahnya ini telah menyebabkan hubungannya dengan masyarakat luas tetap terpelihara, hidup terus sebagai pemimpin informal. Kegiatan ini juga membawa Natsir menjadi tokoh Islam terkenal di dunia internasional dengan menjadi Wakil Presiden Kongres Islam se dunia (Muktamar Alam Islami) yang berkedudukan di Karachi (1967) dan anggota Rabithah Alam Islami (1969) dan anggota pendiri Dewan Masjid se-Dunia (1976) yang berkedudukan di Mekkah. Di samping bantuan para simpatisannya di dalam negeri, badan-badan dunia ini kemudian banyak membantu gerakan amal DDII, termasuk pembangunan Rumah Sakit Islam di beberapa tempat di Indonesia. Pada tahun 1987 Natsir menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Center for Islamic Studies, London.
Namun kebebasannya hilang kembali karena ia ikut terlibat dalam kelompok petisi 50 yang mengeritik Suharto pada tahun 1980. Ia dicekal dalam semua kegiatan, termasuk bepergian ke luar negeri. Sejak itu Natsir aktif mengendalikan kegiatan dakwah di kantor Dewan Dakwah Salemba Jakarta yang sekalian berfungsi sebagai masjid dan pusat kegiatan diskusi, serta terus menerus menerima tamu mengenai kegiatan Islam.
Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara. Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam Pada tahun 1987 Natsir menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Center for Islamic Studies, London. Dua tahun sebelum wafat M. Natsir dianugrahklan gelar kehormatan akademik Doktor HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia pada tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam.
Pada tanggal 7 Februari 1993 Natsir meninggal dunia di Jakarta dan dikuburkan di TPU Karet, Tanah Abang. Ucapan belasungkawa datang tidak saja dari simpatisannya di dalam negeri yang sebagian ikut mengantar jenazahnya ke pembaringan terakhir, tapi juga dari luar negeri, termasuk mantan Perdana Menteri Jepang, Takeo Fukuda yang mengirim surat duka kepada keluarga almarhum dan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu pantaslah beliau dijuluki hati nurani dan pemandu ummat. Sekarang DR.H. M. Natsir bergelar Pahlawan Nasional yang secara resmi telah diberikan Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Jum’at 7 November pekan lalu. Dan menurut informasi yang sahih, sebelumnya almarhum telah dianugrahkan Bintang Republik oleh Presiden Habibie pada tahun 1999. Bintang Republik, adalah bintang tertinggi yang diberikan pemerintah, melebihi bintang Maha Putra dan sebagainya. Maka dengan pengakuan Pahlawan Nasional ini, ummat dan bangsa Indonesia telah dapat menebus rasa hutang budi atas perjuangan beliau.
Perlu diketahui pula oleh generasi seskarang, bahwa sepanjang hanyatnya M. Natsir telah menghasilkan karya tulis di dalam berbagai aspek pemikiran. Karya tulisnya yang sudah diterbitkan yang terlacak oleh penulis ini sebanyak 62 buah, yaitu , 1. Fiqhud Dakwah, (Jakarta: DDII, t.t.) Cet. IV. 2. Surat-surat M. Natsir dari tanggal 17 Juli-15 Agustus 1958. (T.T. : T.P., t.t.) 3. Bahaya Takut, Jakarta : Media Dakwah, 1991. 4. Capita Selecta I, dihimpunkan oleh D.P. Sati Alimin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), Cet. III. 5. Capita Selecta II, dihimpunkan oleh D.P. Sati Alimin, (Jakarta: Pustaka Pendis, 1957). 6. Capita Selecta III, (Naskah Belum Diterbitkan).7. Fiqhud Dakwah, Djedjak Risalah dan Dasar-Dasar Dakwah, Malaysia : Polygraphic Press, 1981. 8. Selamatkan Demokrasi Berdasarkan Jiwa Proklamasi dan UUD 1945, (T.T.: Forum Silaturrahmi 45, 1984). 9. Islam dan Akal Merdeka, (Jakarta: Media Dakwah, 1988), Cet. III. 10. Azaz Keyakinan Kami. (T.T.). 11. Islam sebagai Dasar Negara, (T.T. : Pimpinan Fraksi Masyumi dalam Konstituante, 1957). 12. Revolusi Indonesia, (Bandung: Pustaka Jihad, T.T.). 13. Demokrasi di Bawah Hukum, (Jakarta: Media Dakwah, 1407/1987), Cet. I. 14.Pendidikan, Pengorbanan Kepemimpinan, Primordialisme, dan Nostalgia, (Jakarta: Media Dakwah, 1987), Cet. I.14. Normalisasi Konstitusional, (Jakarta: Yayasan Kesadaran Berkonstitusi, 1990). 15. Islam di Persimpangan Jalan, T.T. 16. Tempatkan Kembali Pancasila pada Kedudukannya yang Konstitusioanl, T.T. 17. Mempersatukan Umat, (Jakarta: CV Samudra, 1983), Cet. III . 18. Dunia Islam dari Masa ke Masa, (Jakrta: Panji Masyarakat, 1982). 19. Islam sebagai Ideologi, (Jakarta: Penyiaran Ilmu, T.T.). 20. Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta: Girimukti Pusaka, 1988). 21. Percakapan antara Generasi, Pesanan Perjuangan Seorang Bapak, (Malaysia: Dewan Pustaka Islam, 1991). 22. Agama dan Negara, Falsafah Perjuangan Islam, (Medan:T. P, 1951). 23.Some Observations Concerning the Role of Islam in National and International Affairs,( Ithaca New York: Departement of Far Eastern Studies, Cornell University, 1954), Penerbitan XVI. 24. The Role of Islam in the Promotion of National Resilience, (Jakarta: T.P., 1976).25. Membangun di Antara Tumpukan Puing dan Pertumbuhan, (Djakarta : Kementerian Penerangan RI, 1951). 26. Marilah Shalat, Jakarta : Media Dakwah, 1981. 27. Mencari Modus Vivendi antara Umat Beragama di Indonesia, (Jarta: Media Dakwah, 1983). 28. Asas Keyakinan Agama Kami,(Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah, 1984). 29. Bahaya Takut, (Jakarta: Media Dakwah, 1991).30. Kumpulan Khutbah Idul Fithri/Adhha,(Jakarta: Media Dakwah,1978). 31. Kumpulan Khutbah Hari Raya, (Jakarta : Media Dakwah, 1975). 32. The New Morality, (Surabaya: Perwakilan DDII, 1969). 33. Tinjauan Hidup, Widjaja, Djakarta, 1957. 34. Kom Tot Het Gebed (Marilah Shalat), (Jakarta: Media Dakwah, 1981). 35. Keragaman Hidup Antar Agama, Djakarta : Hudaya, 1970. 36. Hidupkan Kembali Idealisme dan Semangat Pengorbanan, Djakarta : Bulan Bintang, 1970. 37. Gubahlah Dunia dengan Amalmu, Sinarilah Zaman dengan Imanmu, Djakarta : Hudaya, 1970. 38. Kubu Pertahanan Mental dari Abad ke Abad,(Surabaya: T.P., 1969). 39. Tauhid untuk Persaudaraan Universal, (Jakarta: Suara Masjid, 1991). 40. Hendak ke mana Anak-anak Kita Dibawa oleh PMP,(Jakarta: Panji Masyarakat, 1402 H.). 41. Islam dan Akal Merdeka,(Tasikmalaja: Persatoen Islam bg. Penjiaran, 1947). 42. Islam Mempunyai Sifat-sifat yang Sempurna untuk Dasar Nega ra, (Jakarta: T.P., 1957). 43. Pandai-pandailah Bersyukur Nikmat, (Jakarta: Bulan bintang, 1980). 44. Dakwah dan Pembangunan,(Bangil: Al-Muslimun, 1974). 45. Tolong Dengarkan Pula Suara Kami,(Jakarta: Panji Masyarakat, 1982). 46. Buku PMP dan Mutiara yang Hilang,(Jakrta: Panji Masyarakat, 1982). 47. Di Bawah Naungan Risalah, (Jakarta: Sinar Hudaya, 1971). 48.Ikhtaru Ihdas Sabilain, Addinu wa la al-Dinu, (Jeddah: Al-dar al-Saudiyah, 1392 H.). 49. Islam sebagai Ideologi, ( Jakarta : Penyiaran Ilmu, t.t.). 50. Islam dan Kristen di Indonesia, (Bandung: Pelajar Bulan Sabit, 1969).52. Pancasila akan Hidup Subur Sekali dalam Pangkuan Islam, (Bangil: T.P., 1982). 53. Cultur Islam, (Bandung: T.P., 1936). 54. Dari Masa ke Masa,(Jakarta: Yayasan Fajar Shadiq, 1975). 55. Pandai-pandailah Bersyukur Nikmat,(Jakarta: Bulan Bintang, 1980). 56. Bersama H.A.M.K. Amarullah, Islam Sumbergia Bahagia, (Bandung: Jajasan Djaja, 1953). 57. Dengan nama samaran A. Moechlis, Dengan Islam ke Indonesia Moelia, (Bandung: Persatuan Islam, Madjlis Penjiaran, 1940). 58. Agama dan Negara dalam Persfektif Islam (Kumpulan Karangan), Penyunting, H. Endang Saifuddin Anshari dan LIPPM (Jakarta: 1409-1989, belum diterbitkan/masih monograph). 59. Asas Keyakinan Agama Kami, (Jakarta: DDII, 1982). 60. Tempatkan Kembali Pancasila pada Kedudukannya yang Konstitusional, (Jakarta: TP, 1985). 61.. World of Islam Festival dalam Persepektif sejarah (Jakarta : Yayasan Idayu, 1976). Agama dan Negara dalam Persektif Islam, (Jakarta: Media Dakwah, 2001).****
Komentar