Harus Tiga Suku Kata
http://hariansinggalang.co.id/harus-tiga-suku-kata/
Maka itu, tidak ada cara lain, kecuali bulan Januari ini kalau akan menggunakan passport yang sekarang dan waktunya cukup 7 bulan lagi. Maksud baik, tunaikan segera. Itulah prinsip kita semua. Bila ditunda ke Februari, maka kami harus mengurus passport baru. Paling tidak menghabiskan waktu 1 minggu pula.
Rundingan dengan sahabat saya yang sudah seperti saudara sejak 30 tahun lalu, mendapatkan tawaran hanya satu-satunya kesempatan 22 Januari ini. Yang lain sudah penuh semua.
Pada hal usaha teman saya ini memberangkatkan jemah sepanjang tahun setiap Rabu, setiap minggu dalam setiap bulan. Hari itu 6 Januari 2014. Artinya 16 hari lagi keberangkatan. Sementara syarat-syarat lain setelah passport tadi adalah kopian KTP, kopi Kartu Keluarga, sekian paspoto dua ukuran dengan fokus wajah, serta surat keterangan suntik anti meningitis.
Biaya Meningitis 300 ribu perorang. Dan suntikan itu, belakangan kami lakukan di Bandara Halim Perdana Kusuma. Ini salah satu tempat yang diberi otoritas oleh pemerintah. Itupun antri setiap hari tak kurang dari 300 orang. Tempat lain ada di Bandara Sukarno-Hatta, RS Cipto Mangunkusumo dan RS Fatmawati.
Lalu tibalah soal biaya perjalanan. Ada beberapa pilihan . Kami memilih hotel yang sekamar berdua. Katanya tepat di halaman Masdijil Haram. Untuk perjalanan yang 9 hari, dengan hari keberangkatan dan pulang. Itu termasuk ziarah ke Kota Nabi Madinatul Munawwarah.
Harga yang kami bayar untuk berdua adalah 4,400 USD tambah uang handling Rp3 juta. Total dengan kurs minggu ini yang 12,000 IDR per 1 USD, kira-kira menjadi 53,400,000 rupiah. Hasil tabungan bertahun-tahun ini, insya Allah cukup.Tentu dengan iringan doa, perjalanan lancar dan maksud yang dituju menjemput keridhaan-Nya tercapai.
Tidak cukup di situ, 1 hari kemudian, diminta pula nama saya ditambah satu kata lagi. Saya agak sedikit meradang. Nama saya di passport adalah Shofwan Bin Abdul Karim.
Menurut saya itu sudah 3 bahkan 4 suku kata. Rupanya kata Bin Abdul tidak termasuk kata dalam nama menurut aturan ini.
Padahal dulu, tahun 1980, 33 tahun lalu, saya tidak pernah mengubah nama di passport yang diperbarui setiap 5 tahun. Dan dulu juga oleh kantor imigrasi Padang, waktu itu, sesuai permintaan orang imigrasi, saya harus mencantumkan Bin Abdul di antara Shofwan dan Karim. Maksudnya adalah untuk maksud yang sama sebagai identitas warga Indonesia yang muslim.
Belakangan sebenarnya dengan nama pakai Bin Abdul, itu sering menyulitkan saya melewati imigrasi di berbagai belahan dunia, untuk masuk ratusan Negara selama ini, karena berbau Arab.
Masya Allah, sekarang nama itu belum cukup Arab-nya. Jadi harus ditambah satu lagi dengan nama kakek saya, Hussein. Maka dengan membayar 250 ribu rupiah lagi, jadilah nama di balik lembaran halaman berikut itu, Shofwan Bin Abdul Karim Hussein. (*)
Harus Tiga Suku Kata
Tanggal 23 January 2014
SETELAH 12 TAHUN KE MEKKAH (2):
– Shofwan BIN Abdul Karim Hussein–
Syahdan, kami melihat passport dan menanyakan kepada salah satu agen perjalanan haji dan umrah. Passport kami habis masa berlaku 5 tahunnya pada 28 Agustus dan 9 September 2014. Kami merencanakan berangkat bulan Februari.
Hal itu sesuai info semula, waktu 6 bulan berlaku passport masih bisa mendapat visa umrah. Tetapi belakangan, teman saya yang memiliki usaha Biro Perjalanan Haji dan Umrah mengatakan, paling sedikit 7 bulan masa berlaku passport untuk hajat ini.
Maka itu, tidak ada cara lain, kecuali bulan Januari ini kalau akan menggunakan passport yang sekarang dan waktunya cukup 7 bulan lagi. Maksud baik, tunaikan segera. Itulah prinsip kita semua. Bila ditunda ke Februari, maka kami harus mengurus passport baru. Paling tidak menghabiskan waktu 1 minggu pula.
Rundingan dengan sahabat saya yang sudah seperti saudara sejak 30 tahun lalu, mendapatkan tawaran hanya satu-satunya kesempatan 22 Januari ini. Yang lain sudah penuh semua.
Pada hal usaha teman saya ini memberangkatkan jemah sepanjang tahun setiap Rabu, setiap minggu dalam setiap bulan. Hari itu 6 Januari 2014. Artinya 16 hari lagi keberangkatan. Sementara syarat-syarat lain setelah passport tadi adalah kopian KTP, kopi Kartu Keluarga, sekian paspoto dua ukuran dengan fokus wajah, serta surat keterangan suntik anti meningitis.
Biaya Meningitis 300 ribu perorang. Dan suntikan itu, belakangan kami lakukan di Bandara Halim Perdana Kusuma. Ini salah satu tempat yang diberi otoritas oleh pemerintah. Itupun antri setiap hari tak kurang dari 300 orang. Tempat lain ada di Bandara Sukarno-Hatta, RS Cipto Mangunkusumo dan RS Fatmawati.
Lalu tibalah soal biaya perjalanan. Ada beberapa pilihan . Kami memilih hotel yang sekamar berdua. Katanya tepat di halaman Masdijil Haram. Untuk perjalanan yang 9 hari, dengan hari keberangkatan dan pulang. Itu termasuk ziarah ke Kota Nabi Madinatul Munawwarah.
Harga yang kami bayar untuk berdua adalah 4,400 USD tambah uang handling Rp3 juta. Total dengan kurs minggu ini yang 12,000 IDR per 1 USD, kira-kira menjadi 53,400,000 rupiah. Hasil tabungan bertahun-tahun ini, insya Allah cukup.Tentu dengan iringan doa, perjalanan lancar dan maksud yang dituju menjemput keridhaan-Nya tercapai.
Persoalan timbul ketika staf perjalanan perusahaan ini mengatakan nama isteri saya baru dua kata. Untuk mendapatkan visa, nama itu harus tiga kata. Ini aturan untuk mendapatkan visa. Oleh karena itu nama harus ditambahkan oleh kantor imigrasi Jakarta di halaman sebelah nama pada passport dengan ongkos Rp250 ribu. Kami bayar tunai.
Tidak cukup di situ, 1 hari kemudian, diminta pula nama saya ditambah satu kata lagi. Saya agak sedikit meradang. Nama saya di passport adalah Shofwan Bin Abdul Karim.
Menurut saya itu sudah 3 bahkan 4 suku kata. Rupanya kata Bin Abdul tidak termasuk kata dalam nama menurut aturan ini.
Padahal dulu, tahun 1980, 33 tahun lalu, saya tidak pernah mengubah nama di passport yang diperbarui setiap 5 tahun. Dan dulu juga oleh kantor imigrasi Padang, waktu itu, sesuai permintaan orang imigrasi, saya harus mencantumkan Bin Abdul di antara Shofwan dan Karim. Maksudnya adalah untuk maksud yang sama sebagai identitas warga Indonesia yang muslim.
Belakangan sebenarnya dengan nama pakai Bin Abdul, itu sering menyulitkan saya melewati imigrasi di berbagai belahan dunia, untuk masuk ratusan Negara selama ini, karena berbau Arab.
Masya Allah, sekarang nama itu belum cukup Arab-nya. Jadi harus ditambah satu lagi dengan nama kakek saya, Hussein. Maka dengan membayar 250 ribu rupiah lagi, jadilah nama di balik lembaran halaman berikut itu, Shofwan Bin Abdul Karim Hussein. (*)
Komentar