Ka’batullah, Kerinduan Tanpa Batas
http://hariansinggalang.co.id/kabatullah-kerinduan-tanpa-batas/
Padahal oleh kalangan ju mur (mayoritas) ulama berdasarkan beberapa dalil terutama didalam hadist, berhaji itu hanya wajib sekali. Meskipun sejauh yang saya lacak, di dalam Alquran tidak ada ketentuan hanya satu kali itu. Ulama tidak pernah membataskan untuk berumrah.
Bilab Berhaji mesti lebih lengkap, selain umrah-haji, ada wukuf di Arafah (karena haji itu sebenarnya wukuf tersebut) dilengkapi dengan mabit di Muzdalifah dan bermalam di Mina, melempar jamarat danseterusnya. Maka Umrah lebih sederhana. Cukup tahawaf, saa’i dan tahallul.
Sekarang dengan jumlah umat Islam yang sudah seperempat dari tujuh milIar penduduk dunia, maka pemerintah Arab Saudi sudah membatasi masing-masing Negara mengirim Jemaah haji resmi mereka, satu per seribu dari jumlah umat Islam di masing-masing negaranya. Pembatasan itu sudah dengan sendirinya berlaku.
Ini artinya, terlepas dari kewajiban yang hanya 1 sekali seumur hidup, sudah otomatis sangat membatasi seseorang untuk berhaji. Seperti pada tulisan terdahulu, untuk negeri kita kuota haji, bagi seorang calon jemaah, baru bisa diperoleh setelah melunasi ONH antara 5 sampai 17 tahun. Di Malaysia, bahkan disesuaikan dengan usia.
Pada tahallul kemarin, setelah saya menjawab, saya punya gunting, saya tanyakan kepada seseorang yang minta dipotongkan rambutnya tentang kuota di negeri jiran kita ini. Seorang yang berusia 50 tahun, dari Perlis itu mengatakan kuota untuk dia yang sudah mendaftar dan melunasi ongkos naik haji pada Tabungan Haji Malaysia, sejak 4 tahun lalu, baru kena giliran pada 2020.
Artinya 10 tahun harus menanti. Lalu dia melanjutkan, untuk anaknya yang kini usia 25 tahun sudah melunasi ONH, baru akan terpenuhi menurut standar adalah 45 tahun lagi, ketika anak itu berusia 70 tahun.
Namun dia optimis pula dengan mengatakan pada waktunya akan dibuat ‘rayuan’ (permohonan) lagi. Artinya bila ada yang kosong, boleh mendapat jatah percepatan waktu. Daftar tunggu (waiting-list) sudah super-panjang pada masing-masing Negara.
Kembali ke perjalanan Umrah kami. Untuk mengingat dan memantapkan ibadah akan dilanjutkan bimbingan. Begitu pula untuk memudahkan gerakan rombongan, ustazd muthawwif atau pembimbing mengumpulkan kami di aula Hotel Al-Haram, di sebelah Hotel Al-Saha tempat kami di Madinah.
Memberikan petunjuk ulang untuk ibadah yang sebenarnya, umrah ini. Apa yang menjadi wajib, syarat dan rukun, yang dibolehkan dan dilarang dan resikonya selama berpakaian ihram dengan niat ihram, niat berumrah, mulai dari Bir Ali, antara Madinah dan Mekkah yang akan kami jalani. Sebelum berangkat di Jakarta sudah ditatar. Di dalam bus dari Jeddah ke Madinah diulang lagi. Lalu, sekarang sebagai general rehersal.
Rasa berat meninggalkan Madinah mulai menjalar keseluruh pori-pori gumpalan hati dan sekujur tubuh. Hari terakhir di Madinah. Setelah mandi Ihram, berpakaian ihram ke Masjid Nabawi, shalatsunnah tahyatul masjid, shalat sunnat berpakaian ihram, lalu shalat zuhur dan jamak qashar taqdim dengan asar. Kami seperti berlari mengejar pukul 14 harus bergerak untuk menuju Ka’batullah di Masjidil Haram.
Ke kota pusat rohani dunia, tujuan suci. Di situ ada sebuah titik yang bernama Ka’batullah tadi. Sudah 1400 tahun tidak pernah sunyi dari orang yang berthawaf mengililinginya sembari melantunkan doa kepada-nya Yang Maha Kuasa, Maha Esa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tak pilih kasih dan tak pilih sayang.
Bahkan ada riwayat lain yang mengatakan, Ka’batullah ini sudah tidak pernah sepi menjadi titik ibadah thawaf kaum beriman sejak dibangun Allah (wudhi’ alinnas) zaman Adam alaihissalam, dan direkonstruksi atau direnovasi lagi oleh Ibrahim alaihissalam. Artinya sudah menjadi titik ibadah sejak sepanjang sejarah umat manusia ada di muka Bumi.
Kami sampai di Masjid Bir Ali.Shalat sunnat tahyatul masjid. Mulai dari sana dipasang niat ihram dan niat umrah serta terus membaca talbiyah. Di Wadi Qudaid, kami Shalat Maghrib dan Isya, jama’-qashar. Pukul 20.00 sampailah kami di Al-Abraj Royal Clock Tower (Menara Jam Raksasa Kerajaan) di Zam-zam Hotel Pullman. Setelah makan malam, kami langsung ke Masjidil Haram, shalat tahyatul Masjid, kemudian langsung untuk Thawaf Umrah.
Saya tertegun menghadap Ka’bah yang sudah 12 tahun tidak dilihat langsung dengan mata-kepala. Rasanya seperti musim haji, padatmerayap. Tentu saja musim libur sekolah dua minggu di Arab Saudi masih tinggal beberapa hari menambah kepadatan itu.
Meskipun sebenarnya orang-orang Saudi keluar negeri kalau musim libur tiba.Tetapi banyak juga yang hanya menghabiskan libur dengan berumrah dan beribadah di Madjidil Haram. Sementara itu Jemaah umrah dari seluruh penjuru dunia tetap mengalir bagai air yang tak pernah berhenti.
Perasaan saya dalam thawaf kemudian saa’i antara Safa dan Marwa, tidak beda dengan Umrah berhaji 12 tahun atau 20 tahun lalu. Syahdu, khidmat dan semangat yang tinggi. Saya lupa dengan kaki saya yang sebelah kanan bermasalah sejak lebih kurang enam bulan lalu. Jalan saya tidak normal dan susah orang melihatnya. Karena konsentrasi kepada ibadah dengan bacaan tahawaf dan saa’i, semuanya tidak terasa. Jalan ibadah tera sa lancar dan bahkan sering berada di jajaran paling de pan di dalam rombongan. (*)
Ka’batullah, Kerinduan Tanpa Batas
Tanggal 30 January 2014
SETELAH 12 TAHUN KE MEKKAH (7): – Shofwan Karim Bin Abdul Karim Hussein — Mengapa orang ingin umrah atau berhaji berulang-ulang? Pertanyaan ini menggoda saya. Godaan itu semakin tak tertahankan untuk saya jawab sendiri. Kalau kita sudah berhaji atau berumrah sekali, otomatis kerinduan tanpa batas kepada Ka’bah, kepada Masjidil Haram dan kepada Masjid Nabawi, seper tinya bagai air bah-banjir besar, tak terbendung.
Setiap orang sudah pasti di dalam hatinya berdoa tatkala thawafwada’, memohon kepada Allah untuk kembali me lakukan ibadah ini. Ya Allah, perkenan kami datang lagi ke rumah-Mu dan thawaf lagi mengelilingi Ka’bah-Mu dan seterusnya. Tidak akan ada yang berdoa, sebaliknya untuk cukup sekali saja seumur hidup melakukan ibadah ini.
Padahal oleh kalangan ju mur (mayoritas) ulama berdasarkan beberapa dalil terutama didalam hadist, berhaji itu hanya wajib sekali. Meskipun sejauh yang saya lacak, di dalam Alquran tidak ada ketentuan hanya satu kali itu. Ulama tidak pernah membataskan untuk berumrah.
Bilab Berhaji mesti lebih lengkap, selain umrah-haji, ada wukuf di Arafah (karena haji itu sebenarnya wukuf tersebut) dilengkapi dengan mabit di Muzdalifah dan bermalam di Mina, melempar jamarat danseterusnya. Maka Umrah lebih sederhana. Cukup tahawaf, saa’i dan tahallul.
Sekarang dengan jumlah umat Islam yang sudah seperempat dari tujuh milIar penduduk dunia, maka pemerintah Arab Saudi sudah membatasi masing-masing Negara mengirim Jemaah haji resmi mereka, satu per seribu dari jumlah umat Islam di masing-masing negaranya. Pembatasan itu sudah dengan sendirinya berlaku.
Ini artinya, terlepas dari kewajiban yang hanya 1 sekali seumur hidup, sudah otomatis sangat membatasi seseorang untuk berhaji. Seperti pada tulisan terdahulu, untuk negeri kita kuota haji, bagi seorang calon jemaah, baru bisa diperoleh setelah melunasi ONH antara 5 sampai 17 tahun. Di Malaysia, bahkan disesuaikan dengan usia.
Pada tahallul kemarin, setelah saya menjawab, saya punya gunting, saya tanyakan kepada seseorang yang minta dipotongkan rambutnya tentang kuota di negeri jiran kita ini. Seorang yang berusia 50 tahun, dari Perlis itu mengatakan kuota untuk dia yang sudah mendaftar dan melunasi ongkos naik haji pada Tabungan Haji Malaysia, sejak 4 tahun lalu, baru kena giliran pada 2020.
Artinya 10 tahun harus menanti. Lalu dia melanjutkan, untuk anaknya yang kini usia 25 tahun sudah melunasi ONH, baru akan terpenuhi menurut standar adalah 45 tahun lagi, ketika anak itu berusia 70 tahun.
Namun dia optimis pula dengan mengatakan pada waktunya akan dibuat ‘rayuan’ (permohonan) lagi. Artinya bila ada yang kosong, boleh mendapat jatah percepatan waktu. Daftar tunggu (waiting-list) sudah super-panjang pada masing-masing Negara.
Kembali ke perjalanan Umrah kami. Untuk mengingat dan memantapkan ibadah akan dilanjutkan bimbingan. Begitu pula untuk memudahkan gerakan rombongan, ustazd muthawwif atau pembimbing mengumpulkan kami di aula Hotel Al-Haram, di sebelah Hotel Al-Saha tempat kami di Madinah.
Memberikan petunjuk ulang untuk ibadah yang sebenarnya, umrah ini. Apa yang menjadi wajib, syarat dan rukun, yang dibolehkan dan dilarang dan resikonya selama berpakaian ihram dengan niat ihram, niat berumrah, mulai dari Bir Ali, antara Madinah dan Mekkah yang akan kami jalani. Sebelum berangkat di Jakarta sudah ditatar. Di dalam bus dari Jeddah ke Madinah diulang lagi. Lalu, sekarang sebagai general rehersal.
Rasa berat meninggalkan Madinah mulai menjalar keseluruh pori-pori gumpalan hati dan sekujur tubuh. Hari terakhir di Madinah. Setelah mandi Ihram, berpakaian ihram ke Masjid Nabawi, shalatsunnah tahyatul masjid, shalat sunnat berpakaian ihram, lalu shalat zuhur dan jamak qashar taqdim dengan asar. Kami seperti berlari mengejar pukul 14 harus bergerak untuk menuju Ka’batullah di Masjidil Haram.
Ke kota pusat rohani dunia, tujuan suci. Di situ ada sebuah titik yang bernama Ka’batullah tadi. Sudah 1400 tahun tidak pernah sunyi dari orang yang berthawaf mengililinginya sembari melantunkan doa kepada-nya Yang Maha Kuasa, Maha Esa, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tak pilih kasih dan tak pilih sayang.
Bahkan ada riwayat lain yang mengatakan, Ka’batullah ini sudah tidak pernah sepi menjadi titik ibadah thawaf kaum beriman sejak dibangun Allah (wudhi’ alinnas) zaman Adam alaihissalam, dan direkonstruksi atau direnovasi lagi oleh Ibrahim alaihissalam. Artinya sudah menjadi titik ibadah sejak sepanjang sejarah umat manusia ada di muka Bumi.
Kami sampai di Masjid Bir Ali.Shalat sunnat tahyatul masjid. Mulai dari sana dipasang niat ihram dan niat umrah serta terus membaca talbiyah. Di Wadi Qudaid, kami Shalat Maghrib dan Isya, jama’-qashar. Pukul 20.00 sampailah kami di Al-Abraj Royal Clock Tower (Menara Jam Raksasa Kerajaan) di Zam-zam Hotel Pullman. Setelah makan malam, kami langsung ke Masjidil Haram, shalat tahyatul Masjid, kemudian langsung untuk Thawaf Umrah.
Saya tertegun menghadap Ka’bah yang sudah 12 tahun tidak dilihat langsung dengan mata-kepala. Rasanya seperti musim haji, padatmerayap. Tentu saja musim libur sekolah dua minggu di Arab Saudi masih tinggal beberapa hari menambah kepadatan itu.
Meskipun sebenarnya orang-orang Saudi keluar negeri kalau musim libur tiba.Tetapi banyak juga yang hanya menghabiskan libur dengan berumrah dan beribadah di Madjidil Haram. Sementara itu Jemaah umrah dari seluruh penjuru dunia tetap mengalir bagai air yang tak pernah berhenti.
Perasaan saya dalam thawaf kemudian saa’i antara Safa dan Marwa, tidak beda dengan Umrah berhaji 12 tahun atau 20 tahun lalu. Syahdu, khidmat dan semangat yang tinggi. Saya lupa dengan kaki saya yang sebelah kanan bermasalah sejak lebih kurang enam bulan lalu. Jalan saya tidak normal dan susah orang melihatnya. Karena konsentrasi kepada ibadah dengan bacaan tahawaf dan saa’i, semuanya tidak terasa. Jalan ibadah tera sa lancar dan bahkan sering berada di jajaran paling de pan di dalam rombongan. (*)
Komentar