Menghindari Bidah dan Syirik Tersembunyi


Menghindari Bidah dan Syirik Tersembunyi

Tanggal 01 February 2014

SETELAH 12 TAHUN KE MEKKAH (8): 
 – Shofwan Karim Bin Abdul Karim Hussein —
Published By http://hariansinggalang.co.id/menghindari-bidah-dan-syirik-tersembunyi/
 Kami melakukan umrah 2 kali. Hari pertama, 25 Januari malam, dan selang istrihat 1 hari, maka tanggal 27 kami ulangi lagi. Untuk yang kedua ini, kebanyakan melakukan badal (menggantikan) bagi orang tua mereka yang sudah wafat atau orang yang amat dicintai. Selain itu, di hari-hari non-agenda tur, kami bebas sendiri-sendiri menjalankan ibadah thawaf dan saa’i, shalat pada setiap waktu dan shalat sunnat lainnya. 

Sebagaimana di Madinah, kali ini di Makkah kami melakukan ziarah pula ke luar dan sekitar Makkah. Mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan pelaksanaan ibadah haji bila musimnya tiba. Kami melewati dan memandang dekat Gua Tsur, perlindungan sementara di Selatan Makkah ketika Rasulullah bersama Abu Bakar Sidik dalam perjalanan Hijrah ke Madinah.
Melihat Jabal Nur tempat Gua Hira, wahyu pertama turunnya alat Quran surat al-Alaq kepada Rasulullah. Sekaligus pertanda resminya beliau menyandang misi kerasulannya. Kami melanjutkan ke Jabal Rahmah, pertemuan Adam alaihisallam dan Siti Hawa Rahimahallah. Kemudian melihat dan membelah wilayah Arafah, Muzdalifah dan Mina. Lalu memulai lagi ihram dari Ja’ranah untuk umrah ke-2 tadi. Itu semua merupakan paket regular jamaah yang dikelola oleh ribuan agen perjalanan seluruh dunia.
Kembali ke Masdjidil Haram. Tentu saja dengan tidak mengurangi kehidmatan dan kesyahduan ibadah, bagi perasaan saya ada perubahan dibandingkan tahun 1996 dan 2002. Tentu saja dengan renovasi dan perluasan berbagai sector di dalam dan luar Masjidil Haram, keadaan semuanya masih belum dapat diprediksi, bagaimana nanti bentuk sebenarnya.
Pada tahun 1996, sumur Zamzam di belakang jejak (makam) Ibrahim AS masih berfungsi. Pada tahun 2002, telaga itu tidak ada sama sekali lagi. Bahkan bekasnya pun tidak kelihatan. Boleh jadi akses ke sumur Zamzam itu ada pada titik lain, dan itu hanya untuk petugas atau otoritas pengontrol. Padahal tahun 1996, ketika sumur itu masih terbuka untuk umum, saya menyaksikan jamaah, melihat postur dan wajah mereka kebanyakan dari India, Pakistan dan Afghanistan. Mereka merendam pakaian atau menyiramnya dengan air Zamzam di komplek sumur itu, lalu menjemurnya di beton tangga naik sekitarnya.
Waktu itu, bid’ah, takhayul dan khurafat masih kentara. Konon bagi kalangan tertentu menyirami badan dengan air Zamzam, mempunyai barkah tertentu. Kalau minum air Zamzam dianggap menyehatkan, itu memang sudah diteliti kandungan mineralnya yang cukup untuk kesehatan tubuh.

Tetapi tentu amat disayangkan, bila dibumbui dengan khayalan lain, maka ini disebut bid’ah, takhayul, khurafat atau syirik tersembunyi. Yaitu melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan tuntutan ibadah. Dan apalagi melakukan hal-hal yang aneh-aneh.
Pada thawaf pribadi tanpa grup dilakukan lebih bebas berdua suami-isteri, kami dapat menelusuri dan merapat ke dinding Ka’bah. Masih kelihatan orng-orang yang meratap dan menggesek-gesekkan kepalanya, keningnya, wajah-mukanya, tangannya sambil menangis tersedu-sedu. Menyapu Ka’bah dengan kain syal dan gamis serta sorban bagi laki-laki dan kerudungnya bagi perempuan. Untung sekarang kiswah yang dulunya sering diangkat naik dan turun, kini berbalut langsung pada setiap senti Ka’bah lebih lembut dengan kain bludru hitam dan disiram minyak wangi semerbak seakan menyatu padu dengan dinding beton-batu Ka’bah itu.
Mereka seakan mencurahkan kasih sayangnya kepada Allah. Tetapi boleh jadi juga bercampur dengan niat lain. Ini yang dikhawatirkan. Bahwa dengan menggosokkan badan dan benda yang ada di badannya itu, akan mempunyai kekuatan magis.
Kecurigaan saya ini bertambah, karena melihat sunguh-benar, ada seseorang selain menggosok semua itu tadi juga mengambil uang dari sakunya. Lalu uang kertas itu saya lihat digosok-gosokkannya pula ke dinding Ka’bah. Masya Allah dan nauzubillah, kata saya dalam hati. Saya curiga, uang itu kalau digosokkan ke dinding Ka’bah dipahami orang itu menambah rezeki. Bila berdoa di Ka’bah atau bahkan di luar itu memohon rezeki yang halal dan limpahan yang banyak oleh Allah, tentulah dapat kita pahami. Tetapi dengan cara menggosok-sokkan uang ? Itu yang saya tidak paham.
Akan tetapi tentu Allah swt Maha Tahu dan Maha Pengasih dan Penyayang. Kalau saya yang tahu dengan teori yang disebut konsep ‘taaqquli dan ta’abbudi” mungkin membuat ibadah saya cacat. Tetapi karena mereka tidak tahu dan hanya sampai di situ pengetahuannya, yah, kita serahkan kepada Allah semata.
Konsep ta’aquli yaitu setiap ibadah itu ada filsafat dan hikmahnya dan dapat dirasionalkan atau dibuat bobot akalnya. Tetapi yang “taabbudi” kita tidak perlu mengakali atau mencari hikmah dan makna yang lain selain menurut lafaznya dan kerjakan apa yang diperintah oleh Allah dan Rasulnya tanpa pertanyaan, mengapa, kenapa dan untuk apa. Seperti jumlah rakaat salat, mengapa sunat mencium hajar aswad, mengapa harus thawaf keliling ka’bah. Seperti sahabat Rasul, Umar Ibn Al-Khatab, ketika mencium hajar Aswad, itu dikerjakannya hanya mengikuti sunnah Rasulullah. Dengan tidak bertanya kenapa dan mengapa. (*)

Komentar

Postingan Populer