Tidak Benar Makam Rasulullah akan Dibongkar

http://hariansinggalang.co.id/tidak-benar-makam-rasulullah-akan-dibongkar/

Tidak Benar Makam Rasulullah akan Dibongkar

Tanggal 28 January 2014

SETELAH 12 TAHUN KE MEKKAH (5): 
 – Shofwan  BIN Abdul Karim Hussein —

 Azan pertama pk 4.30 dari menara Masjid menyambut kami. Waktu shalat fajar atau subuh adalah pukul 5.45 waktu setempat. Kami menginjakkan kaki di sebuah hotel berbintang 4. 
Hotel berjarak sepanjang ukuran 1 lapangan sepak bola dari Masjid Nabawi ini merupakan salah satu saja dari ratusan hotel di sekitarnya. Udara subuh cukup bersahabat, rasanya sekitar 20’C. Angin menghembus sejuk seperti menjalar ke relung hati kami yang nyaman dan bening.

Di dalam media on-line terbitan Barat, ada laporan wartawan. Disebutkan bahwa demi menampung sebanyak-banyaknya jamah haji dan umrah dari seluruh dunia maka akan dibangun perluasan Masjid Nabawi. Akan dibongkar dan dibabat hotel dalam radius 100 meter dari pagar pekarangan luar sekarang ini dan merelokasinya ke tempat lain di luar ring yang direncanakan itu. Bahkan ada isu bahwa makam Rasulullah dan Sahabat Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali akan direlokasi demi maksud untuk perluasan area Masjid ini. 

Ternyata pembongkaran dan merelokasi semua bangunan yang merupakan satu-kesatuan antara hotel-hotel dan al-Sook, mall dan pasar, isu itu memang benar. Dalam masa 4 tahun hal itu akan dilakukan. Tetapi membongkar dan merelokasi pusara bersejarah itu tadi, mustahil alias tidak mungkin. Said Umar dan Abdullah Umar, putra pemilik sebuah toko yang mengundang saya makan siang dengan roti Arab di sebelah hotel al-Saha tempat kami menginap mengatakan hal itu mustahil. Hal itu saya konfirmasi lagi dengan otoritas lainnya. Begitu beberapa orang di tempat yang lain.
Bahwa toko yang kami tempati dan hotel yang tuan tiduri ini akan dibongkar, itu memang bena. Dalam 4 tahun ini Tuan tidak akan melihat lagi temnpat kami di sini. Kami belum tau kemana akan direlokasi, kata dua orang bersaudara itu. Tetapi makam-makam bersejarah itu ? Tidak. Jadi untuk hal kedua,maka isu itu hanyalah isapan jempol. Mungkin media bersangkutan kurang konfirmasi. Mustahil Raja Saudi akan mengizinkan relokasi makam tadi. Sebagaimana juga Kota Mekah, Kota Madinah adalah kota haram. Kata haram di sini bukan berarti kota terlarang semata. Tetapi lebih-lebih lagi bermakna kota yang sangat dihormati. Maka keduanya disebut Haramain atau dua kota haram.

Raja Saudi, disamping kepala Negara adalah juga dijuluki sebagai Pemelihara dua kota ini. Wilayah khusus yang disebut haram itu, baik Madinah atau Mekah ada batas-batasnya. Di dalam batas-batas itu saja orang-orang non-muslim yang dilarang masuk. Di sini berlaku kata haram dalam makna terlarang itu tadi. Bila mereka datang dari luar, maka mereka boleh masuk pinggiran tetapi tidak melewati batas-batas khusus tadi. Agenda kami pertama pagi hari ini setelah salat subuh adalah ziarah internal di dalam dan sekitar Masjid. Pertama salat sunat di Raudhah. Suatu tempat yang tidak terlalu lapang antara gantungan hijau antara Mihrab dan apa yang disebut Rumah Rasullullah yang bersatu dengan Makamnya.

Di situlah perjuangan awal bagi jamaah. Untuk sampai ke tempat ini saja sudah amat berdesakan. Apalagi untuk salat sunat 2 rakaat yang sangat tinggi fadhilahnya dan doa yang insya Allah dikabulkan-Nya. Nasib dan keberuntungany dimulai pula di sini. Saya sudah tidak bisa salat dan sudah tiba di liuar. Tetapi entah instink apa yang membuat saya melongok kembali ke dalam. Dan saya melihat ada satu tempat sedikit renggang. Saya minta izin pada polisi jaga dalam bahasa Arab pendek. Langsung saya di tarik tangan untuk langsung ke sana dan salat 2 rakaat dan dipangilnya lagi keluar.
Padahal ornag lain jangankan dipanggil, lebih beberaoa dereik saja berdiri di tempat saya meloongok tadi, sudah diusirnya. Subhanallah. Rupanya keberuntungan seperti ini tidak banyak yang memperoleh.
Kami menyusuri dinding makam itu dan tidak boleh melewati sedikit pun garis tempat polisi beridiri. Di dinding besi kuningan berlukiskan kaligrafi beberapa ayat itu kami bebas mengambil gambar.
Inilah di antara perbedaan yang sangat mencolok di badingkan pengalaman saya tahun 1996 dan 2002. Pada waktu itu, tidak boleh mengambil gambar di dalam Masjid. Sekarang jamaah bebas ambil foto atau video. Kelihatannya setiap orang memiliki dan membawa alat komunikasi ini dan menggunakannya dengan bebas. Ketika salat pun tada terdengar nada ring yang lupa dimatikan dan di-silent oleh jamaah. (*)

Komentar

Postingan Populer