Minoritas di Tengah Mayoritas Budha (1)
Shofwan Karim dalam satu seminar Islam di Kamboja, 23 April 2009
Bersama komunitas muslim Kamboja (1):
Minoritas di Tengah Mayoritas Budha
Oleh DR. H. Shofwan Karim Elha, MA
(Rektor UMSB dan Dosen FU IAIN IB Padang)
Udara panas (35 derjat cs) menyambut kedatangan penulis di Bandar Udara Internasional Phnom Phen, ibukota Negara Kerajaan Kamboja, Ahad dua pekan lalu. Kamboja, Kampuchea dan Cambodia, adalah tiga kata untuk menyebut negeri yang penulis kunjungi dari 20-25 April 2009 ini. Kamboja adalah susunan huruf dalam sebutan kata untuk negara kerajaan ini oleh kita, orang Indonesia. Pemerintahan sekarang dipimpin Perdana Menteri Hun Sen dan kepala Negaranya adalah Raja Norodom Sihamoni yang bertahta sejak 2004 menggantikan ayahnya Norodom Sihanouk.
Oleh rakyat mereka yang sekarang berjumlah sekitar 14 juta orang itu, menyebut negeri dan dirinya sebagai Kampuchea. Sementara dunia internasional menulis dan menyebut negeri ini sebagai Cambodia. Negeri yang luasnya 67 ribu mil persegi ini memiliki beberapa komunitas agama. Mata pencaharian dan sumber ekonomi penduduk sebagian besar hidup dari pertanian dan nelayan terutama padi dan hasil laut serta sungai masyarakat pesisir sebagai nelayan dan di pedalaman sungai Mekong.
Berada di bawah kolonial protektorat Perancis selama 90 tahun sejak 1863-1953, pembangunan Kamboja bejalan sangat lamban. Sehingga menurut catatan, setelah setahun lepas dari penjajahan Perancis (1954), jumlah orang yang tamat sekolah dasar sangatlah kecil. Kaum intelektual yang keluar dari sekolah agama Budha banyak dan lembaganya tidak dikembangkan menjadi pendidikan modern oleh penguasa waktu itu. Sekolah menengah baru ada pada tahun 1933 dan sampai 1954, hanya ada 144 orang Kamboja yang menyelesaikan pendidikan tingkat sajana muda.
Baru ada perubahan setelah pemerintahan Sihanouk 1954-1970. Sekolah menengah yang sampai 1953 hanya 8 sekolah berkembang menjadi 200 sekolah dengan 150 ribu siswa. Perkembangan pendidikan di Kamboja telah mengalami beberapa kali perubahan sistem. Terakhir sejak tahun 1996 sampai sekarang, sekolah di Kamboja secara umum menganut jenjang dasar dan menengah sistem 12 tahun, mirip Indonesia . Terdiri atas 6 tahun pendidikan dasar, 3 tahun menengah pertama dan 3 tahun menengah atas (6+3+3).
Dari segi penduduk, kerajaan Kamboja mayoritas suku atau bangsa Khmer. Selain Khmer warga Kamboja adalah adalah minoritas Kaum Champa, keturunan Melayu, keturunan Vietnam, Laos dan Thailand tetangganya. Batas geografis dan adminsitrasi negara, Kamboja berbatasan dengan Thailand di Barat Daya, sebelah Utara dengan Laos dan Timur dengan Vietnam dan selatan dengan Teluk Thailand . Pembagian wilayah pemerintahan terdiri atas 20 provinsi dan 4 munisipaliti. Tiap provinsi memiliki distriak, komune dan kampung.
Kamboja mempunyai wilayah seluas 67 ribu mil persegi dengan penduduk sekitar 14 juta jiwa. Dalam catatan demografis-agama, diperkirakan 93 persen penduduk adalah memeluk agama Budha Hinayana atau Theravada. Tradisi Budha Hinayana menyebar dan berpengaruh kuat di berbagai provinsi. Ini dilihat dari penyebaran jumlah tempat ritual Pagoda yang bertebaran di berbagai pelosok sebanyak 4.100 buah. Karena kuatnya pengaruh Budha pada orang Khmer kamboja, maka terdapat hubungan yang kuat antara etika Budha dan tradisi budaya dalam kehidupan sehari-hari mereka. Ajaran Budha secara umum tertanam secara intrinsic kepada identitas suku dan budaya mereka. Sejalan dengan itu, cabang ajaran Budha Mahayana dianut secara minoritas dan diperkirakan dianut oleh 150 ribu orang dengan hanya 63 buah tepat ibadahnya di seluruh negeri.
Sementara itu diperkirakan antara 500 sampai 700 ribu orang atau 4 sampai 8 persen dari rakyat Kamboja adalah pemeluk agama Islam. Mayoritas di antara mereka adalah suku Champa yang umumnya mereka terdapat di kota-kota dan di kampung-kampung nelayan di sepanjang pesisir Sungai Mekong dan Sungai Tonle Sap dan di provinsi Kampot. Ada 4 kelompok Muslim di sini. Pertama, secara umum 88 persen kaum muslimin mayoritas sunni pengikut mazhab Syafii pengaruh Melayu. Kedua, kaum salafi sebagai pengaruh dari Saudi dan Kuwait Timur Tengah. Mereka diikuti sekitar 6 persen dari kaum muslimin di sini. Lalu sekitar 3 persen adalah pengikut aliran Iman-San. Aliran ini praktis merupakan ajaran Islam yang dipengaruhi budaya local. Dan Kaum Ahmadiyah Qadhiayani ada pula sekitar 3 persen.
Ada sekitas 300 masjid yang dimiliki keempat kelompok komunitas muslim tadi. Sekitar 300 bangunan surau atau mushalla untuk komunitas yang tak cukup 40 orang, sehingga belum didirikan uapacara shalat Jum’at di daerah itu. (Bersambung). Published by Harian Singgalang. Padang. 1 Mei 2009.
Komentar