Kebersamaan,Jaringan dan Ekspansi Internasional PTAIN

Kebersamaan, Jaringan dan Ekspansi Internasional

 
Shofwan Karim, jaringan ekspansi internasional .

Kebersamaan, Jaringan dan Ekspansi Internasional

Harian Singgalang
December 15, 2013, 4:38 pm
Shofwan Karim – 

Konferensi Internasionalisasi PTAI menjadi amat bermanfaat ketika bagian  terakhir menghimpun pendapat peserta. 

Apa saja infra struktur dan supra  struktur akademik, kampus dan komunitas dalam dan luar yang diperlukan  untuk mencapai visi internasionalisasi itu.

Sekitar 60 peserta dari 66 Pusat Penelitian dan Pengabdian PTAI yang diundang, mencuat tekad untuk bersama-sama menggotong misi untuk mencapai visi bersama, berdaya saing tinggi dan terdepan dalam mengembangkan dan mengintegrasikan aspek keilmuan, keislaman dan keindonesiaan.

Meskipun keadaan PTAI dari berbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke tidak sama, tetapi telah tumbuh beberapa pusat dan lembaga penelitian, publikasi dan pengabdian masyarakat yang bersemangat.

Diharapkan 8 Universitas Islam Negeri (UIN) yang kini berada di Sumatera, Jawa dan Sulawesi menjadi poros pengembangan kerjasama dan jaringan itu.

Oleh karena itu, semua PTAI bergerak meningkatkan dan mengevaluasi program mereka sesuai visi masing-masing untuk mencapai visi bersama di atas tadi.

Perencanaan dan program harus disiapkan untuk pertahun, 4 tahun, 8 tahun dan decade yang ditentukan berikutnya. 

Untuk anggaran program 2014 sudah selesai pertengahan tahun lalu. Maka untuk tahun anggaran 2015, pada awal sampai pertengahan 2014 sudah mesti final.

Dengan begitu di samping program rutin seperti sekarang, maka internasionalisasi PTAI menjadi isu sentral mereka. Injeksi tekad dan semangat baru terus menerus dilakukan untuk memperkuat jaringan yang selama ini sudah ada lebih intensif lagi saling berbagi.

Untuk penelitian, hampir semua PTAI mengeluh karena belum memadainya anggaran dari sumber utama pemerintah melalui APBN.
Keluhan ini dijawab oleh Dede Rosyada Direktur Perguruan Tinggi Islam Kemenag pada makan malam bersama peserta. 

Guru Besar UIN Jakarta itu mengatakan bahwa dana penelitian tidak terbatas tetapi tetap dalam tahun fiskal berjalan pertahun.
Kalau ada penelitian yang berbilang tahun, itu tidak dalam kaitan anggaran, tetapi sebatas dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian itu. Yang menyangkut anggaran tersedia pertahun. Berapa pun besarnya Insya Allah akan terpenuhi.

Penyediaan dana tak terbatas itu disedikan adalah untuk mencapai produk sesuatu yang benar-benar dapat bertaraf internasional untuk kemanusiaan dalam penemuan, pengembangan ilmu dan teknologi.

Diharapkan pada saatnya dapat menghasilkan temuan ilmu dan teknologi menghasilkan hak paten, hadiah nobel dan sesuatu yang besar untuk ilmu dan kemanusiaan tadi.

Di luar itu ada usaha untuk mendapatkan dana penelitian dari pihak lain seperti CSR dari berbagai perusahaan besar atau pihak ketiga dan agensi lainnya. Tetapi tentu saja ada kesulitan idealisme dimana pihak ketiga itu tidak terlalu netral.

Sebagian mereka enggan berbagi dan mendonasi dana, kalau tidak langsung menyentuh pengembangan korporasinya.

Bersamaan dengan upaya tadi, maka penelitian yang kini sudah berjalan untuk skala menengah dan kecil terus digesa dan dikembangakan. Itulah dana penelitian yang terurai dalam paket-paket penelitian dosen, guru besar dan mahasiswa.

Untuk yang satu ini, diharapkan penelitian menjadi budaya komunitas academia. Meneliti tidak tergantung kepada jumlah dana. Bahkan setiap dosen mesti melakukannya sebagai menu wajib bagi pengembangan ilmu dan karir akademiknya.

Pada pihak lain, internasionalisasi PTAI ini digambarkan sebagai kerjasama internasional dengan beberapa perguruan tinggi di Eropa yang kini merancang program studi keislaman. 

Dengan Universitas Leuven, Brussels, sudah ada komitmen untuk merancang Prodi ini.
Mereka menyediakan sarana dan prasarana serta rektutmen mahasiswa dan dosen serta guru besar datang dari PTAI Indonesia.

 Begitu pula dengan Maroko. Sudah ada kesepahaman untuk pengembangaan studi keislaman yang akan dimotori oleh dosen dan guru besar dari Indonesia.
Ini di dalam rangka pengembangan inti epistimologi dan metodologi studi Islam sebagai ilmu dan pengamalan yang menjadi alternatif di dunia.

Kini ada paradigma yang menganggap studi studi Islam di Barat dan di Timur merupakan mazhab yang bertolak belakang.

Maka studi Islam paradigma Indonesia merupakan kombinasi keunggulan dari kedua ufuk itu. Islam yang toleran, kesetaraan gender, dan ekonomi syariah dan seterusnya, di Indonesia lebih moderat dan lebih aspiratif.

Pada tataran tertentu lebih akomodatif terhadap perkembangan zaman dan tempat serta kemanusiaan.

Pada makna internasionalisasi lain adalah meningkatkan mutu dan tata kelola PTAI dalam negeri. Jumlah mahasiswa asing, terutama Asia Tenggara dan Afrika dan Eropa Timur serta Rusia dan pecahannya yang kini masih relatif kecil harus dikembangkan sedemikian rupa di PTAI. 

Program Studi Dirasah Islamiyah di UIN Jakarta harus terus ditingkatkan. Begitu pula di UIN lain seperti Malang dan Yogya yang sudah semakin populer di dunia Islam mesti menjadi basis pengembangan ini. 

Maka IAIN dan STAIN bersama 8 UIN yang ada sekarang harus bersama-sama meningkatkan keterpaduan, jaringan dan inisiatif untuk maksud dan tujuan ini. Semoga. (*/habis)

Komentar

Postingan Populer