World Journey: China (8)



Catatan Perjalanan dari Cina (8):
Cukup Satu Anak dan Tunda PerkawinanOleh Shofwan Karim Elha

MEnurut Li Wei-xiong, akibat kemiskinan, peperangan, kurangnya kesehatan dan bencana alam, penduduk Cina dalam 200 tahun hanya bertambah dari 250 menjadi 500 juta orang sampai tahun 1950. Kemudian akibat mulainya perbaikan tingkat kehidupan, kurangnya bencana alam dan peperangan serta peningkatan ekonomi, kesehatan, makanan yang bergizi dan pembangunan, dan berkurangnya angka kematian atau semakin panjangnya usia harapan hidup, maka dalam tempo 30 tahun dari 1950 sampai 1980, penduduk Cina bertambah dua kali lipat dari 500 juta menjadi 1 milyar.
Belakangan, mengingat pertumbuhan penduduk yang semakin tingggi itu, hampir sama dengan Indonesia, sejak tahun 1973, Cina melakukan program keluarga berencana (KB). Maka dalam hampir 30 tahun berikutnya, sejak 1980 sampai sekarang, pertambahan penduduk Cina dalam rentang yang hampir sama dengan sebelumnya turun ke angka 300 juta orang. Sekarang penduduk Cina menjadi 1,3 milyar orang. Walaupun begitu dibandingkan dengan luas wilayahnya dengan Amerika Serikat (AS) yang hampir sama, padahal penduduknya lebih dari 4 kali, maka himbauan untuk satu anak cukup dalam satu pasangan suami-isteri, tetap berlaku.

Tentu saja, seperti juga di Indonesia, program KB sudah menjadi budaya masyarakat terutama di perkotaan. Di pedesaan, yang mayoritas petani, KB masih tetap digesa oleh pemerintah. Bagaimanapun, Cina di luar para “overseas”nya (perantau) tetaplah mempunyai penduduk terbesar pertama dari 6,7 milyar penduduk planet bumi sekarang ini. Setelah itu baru India (830 juta), AS (305 juta) dan Indonesia (230 juta) orang.

Para ahli kependudukan dunia tetap “concern” peduli dengan pengendalian jumlah penduduk mengingat sumber daya bumi yang kian terkuras. Ditambah lagi fenomena lingkungan yang kian kritis akibat “gobal” warming, pemanasan global dan penipisan ozon serta bumi yang makin gersang dan polusi yang kian merambat naik.

Kembali ke program KB sebenarnya bukan hanya pembatasan kelahiran. Secara konseptual program KB meliputi pula mengubah pandangan warga dan masyarakat tentang perkawinan, lahirnya anak dan adanya filsafat keluarga. Pandangan tradisional Timur bahkan di Barat sekali pun, selalu hampir sama. Baik pada orang Cina, Melayu, India atau yang lain. Dulunya selalu ada pandangan bahwa kawin lebih dini, mempunyai anak lebih cepat dan memiliki keluarga besar, adalah suatu yang baik bahkan suatu yang membanggakan dan keharusan. Jadi bukan hanya pada kalangan Muslim tertentu sebenarnya ada sebutan “banyak anak banyak rezeki” . Di kalangan lain pun ada kredo yang sama.
Lebih dari itu di kalangan kaum tradisional, dalam keluarga, pandangan terhadap kaum lelaki selalu lebih di atas dari pada kaum perempuan masih ada yang berlaku . Sesuatu yang rupanya dalam pandangan klasik juga bersifat umum dan ada di mana-mana. Bahkan sampai sekarang para penganut Menonite yang seratus tahun lalu datang dari Eropa, kini berdomisili di beberapa koloni di Amerika Utara, masih ada kelompok komunal yang hidup antara 100 sampai 200 keluarga yang mempraktikkan kehidupan seperti zaman klasik itu. Anak-anak mereka yang berusia 17 (wanita) dan berusia 19 (pria) harus menikah dan segera punya anak. Mereka bangga dengan banyak anak dan keluarga besar.

Lain dengan di Nanjing, dalam percakapan santai dengan beberapa penduduk terkesan bahwa pandangan lama itu sudah berubah. Mereka setuju dengan satu keluarga satu anak. Walaupun ada aturan bahwa kalau pun akan punya anak lagi harus disesuaikan dengan tingkatan ekonomi mereka dan itu pun untuk anak yang kedua harus berjarak dengan yang pertama paling kurang 4 tahun. Lebih dari itu di Najing, sebagai mana juga di belahan lain di Cina, bagi wanita yang hamil karena pernikahan, tetapi merasa terlanjur maka itu dapat diaborsi. Tetapi harus dilakukan oleh dokter pemerintah bukan sembarangan dan bukan pula oleh dokter swasta. Sesuatu yang tidak boleh terjadi di negeri kita. Ini tentu suatu upaya untuk memperkecil angka fertilitas. Kemudian warga kota ini tidak lagi bangga dengan kawin dini. Mereka mau menikah kalau ekonomi sudah agak mapan maka dengan demikian usia untuk kawin menjadi meningkat. Anak amatlah mahal. Apaplagi mayoritas penduduk tinggal di rumah susun. Kalaupun ada yang tinggal di rumah kavling sendiri, itu tentulah keluarga yang sudah amat mapan dan klas ekonomi tinggi. Dan kecendrungan seperti ini tentu saja bersaham sebagai factor peredam angka pertumbuhan penduduk.

Mengikuti arah kebijakan nasional Cina, Nanjing tampaknya, relatif dapat mengubah pandangan tradisional warganya untuk beralih dari budaya cepat kawin dan cepat dapat anak serta senang keluaga besar menjadi sebaliknya tidak terburu kawin, satu anak cukup dan tidak terlalu mengagungkan keluarga dalam jumalh besar. Artinya orang Nanjing sudah berubah dari keluarga besar ke keluarga inti. (Nanjing, Musim Gugur, 2008). ***

Komentar

Postingan Populer